Rabu, 08 Desember 2010

Roro Jonggrang

Concept Photography and DI : DANIAR WIKAN
talent : SariThengthong
Coreography and property : Ruth dan Ephoy
lighting assist : Wiwis
wardrobe and hair stylist : Albert Sibarani

Jumat, 21 Mei 2010

Senin, 01 Maret 2010

Naked Beuty










All Photo by Wikan
Talent : Sari "Thengthong"
Location Udinus
Secondary Photographer :Dika, Harviyan, Khabib dan Langgeng
Special THX : Melsa

Kamis, 28 Januari 2010

LAPORAN SEMESTER MK DKV IV kel 501 dan 502 FASILKOM UDINUS

Berikut adalah laporan dari hasil kegiatan perkuliahan MK DKV IV (Iklan Komersial) dari kelompok 501 dan 502. Untuk kelompok 501 dari total 36 mahasiswa hanya 30 mahasiswa yang mengumpulkan projek akhir, sedang kelompok 502 dari 30 hanya 19 mahasiswa yang mengumpulkan tugas akhir. Berarti total ada 49 karya desain yang telah terkumpul dari kelompok 501 dan 502. dari sekian banyak karya yang dibuat, saya memilih 6 karya terbaik agar dapat diapresiasi oleh mahasiswa lainya, semoga karya terbaik ini menginspirasi mahasiswa lain yang ”mungkin” kurang maksimal dalam berkarya. Ke-6 karya terbaik juga telah dipamerkan di galeri Fasilkom UDINUS pada 12-15 Januari 2010, karya tidak dapat dipamerkan keseluruhan karena keterbatasan tenaga display dan ruang.


Perlu diketahui dengan terpilihnya karya terbaik ini, bukan berarti mahasiswa bersangkutan secara otomatis mendapat nilai A. Nilai akhir merupakan akumulasi dari nilai tugas, Mid Semester, keaktifan konsultasi serta absensi. Pihak UDINUS juga telah mengeluarkan kebijakan bahwa mahasiswa yang absensinya tidak memenuhi syarat akan otomatis mendapat nilai E, meskipun mahasiswa tersebut mengumpulkan tugas proyek akhir. Dengan dipublikasikanya hasil dari DKV IV ini, harapan saya dapat memunculkan semangat baru di semester depan, menghasilkan karya yang lebih baik dan mahasiswa saling berkompetisi dalam hal karya dengan sportif. Dengan demikian DKV UDINUS dapat memenuhi standar mutu yang nantinya sangat berguna bagi masa depan mahasiswa.


Untuk pengambilan karya dapat dilakukan mulai hari ini sampai hari Senin, tgl 15 Februari 2010. Selebihnya dosen tidak bertanggung jawab apabila terjadi kehilangan atau kerusakan pada karya. Karya-karya yang bagus akan dikoleksi (dengan ijin mahasiswa bersangkutan) supaya menjadi reverensi bagi adik-adik kelas dalam menjalankan MK yang sama tahun depan. Berikut adalah 6 karya terbaik dari kel 501 dan 502, selamat dan sukses bagi mahasiswa pemilik dari karya-karya berikut :


Karya Terbaik 1

Perancangan Iklan Komersial Perusahaan Persewaan Perlengkapan Pesta PUNOKAWAN by MUHLISIN


Menggunakan jenis iklan bersambung, Iklan tersebut meminjam karakter dari mitologi Jawa yaitu Punokawan. Sebagai penunjang comersial content-nya karakter punokawan tersebut disajikan dengan konteks yang lebih modern. Muhlisin dengan sangat baik menggambarkan ke 4 karakter Punokawan yaitu Semar sebagai mandor, Petruk sebagai kameraman, Gareng sebagai operator Sound System, dan bagong sebagai teknisi listrik. Dalam konteks modern ke 4 tokoh tersebut meninggalkan atribut kewayangannya namun dalam visualisasinya tidak kehilangan spirit jawa. Kombinasi local content dan pesan konotasinya yang tertuang dalam menghidupkan kembali mitos Jawa inilah yang membuat karya dari Muhlisin didaulat menjadi terbaik pertama,


Karya Terbaik 2

Perancangan Iklan Komersial Studio Komik PAPYLON by FANDHI GILANG W

karya terbaik kedua oleh Fandhi mengangkat perusahaan komik lokal Papylon Semarang. Iklan tersebut menggambarkan sosok gadis kupu-kupu yang keluar dari cangkang kepompong. Studio Papylon merupakan studio lokal yang telah berhasil menembus pasar internasional, karena itulah Fandhi menyimbolkan dengan proses metamorfosis kepompong menjadi kupu-kupu. Dikuatkan dengan Headline ”from trifling to beuty” yang atinya dari sesuatu yang buruk menjadi indah maka harapannya pesan dalam iklan ini dapat ditangkap dengan mudah oleh audiens. Secara teknis dibuat dengan teknik digital painting painting yang sangat baikdan detail, namun dalam menggambarkan local content (Sayap bercorak batik) menjadi tidak optimal karena secara ilustratif sosok gadis tersebut digambar dengan style manga. Meski demikian dengan bobot local content serta pesan konotasi yang memadai iklan Papylon tersebut layak untuk didaulat menjadi karya terbaik kedua.


Karya Terbaik 3

Perancangan Iklan Komersial JEDHU Kaos Semarangan by MIRANTI

Iklan komersial produk T-Shirt Jedhu karya Miranti juga menggunakan teknik ilustrasi. Karya tersebut memiliki nuansa konotasi, pesan tidak secara harafiah tergambarkan namun disampaikan secara halus dan tidak menggurui. Jenis iklan ini sering juga disebut iklan berbisik, yang notabene banyak dianut oleh brand besar. Iklan Jedhu meminjam ikon kota Semarang yaitu ”warag”, namun warag tersebut berlaku seperti halnya seekor binatang peliharaan. Simbol gaya hidup orang Semarang diwakili oleh seorang pemuda berkaos Jedhu sedang jogging bersama dengan seekor warag. Dua pemudi + anjing peliharaan dibelakangnya melirik kearah pemuda tersebut karena tertarik (diwakili dengan gambar hati di mata anjing). Pesan konotasi bahwa Produk Jedhu merupakan kaos gaya-nya orang Semarang dikuatkan dengan taglineDong Jemangan Ngotho Ratane” yang artinya orang Semarang punya gaya. Meskipun secara proporsi dan skill drawing karya tersebut tidak sebaik 2 karya sebelumnya, karya ini memiliki aplikasi media yang lengkap dan menarik, diantaranya adalah media folder yang dilipat berbentuk kaos. Oleh karena berbagai kelebihan dari aplikasi media, orisinalitas ide serta pesan local content-nya karya dari Miranti ini didaulat menjadi karya terbaik 3.


Karya Terbaik 4

Perancangan Iklan Komersial TEH BANDULAN PEKALONGAN by PUTRI

Minimalis dan elegan, gambaran itulah yang melekat dalam karya Putri untuk karyanya Iklan Komersial Teh Bandulan. Menggunakan teknik fotografi dan digital imaging, penggambaranya sederhana yaitu dengan menggambarkan poci yang mengeluarkan asap, dan asap tersebut membentuk sosok pasangan yang bahagia. Nilai local content muncul dari bentuk khas poci yang ”njawani”, sedangkan pesan konotasi muncul dari bentuk asap yang menyimbolkan pesan bahwa teh Bandulan membuat suasana menjadi lebih santai dan hangat. Meskipun dalam eksekusinya, efek asap tidak terbentuk secara sempurna, karya tersebut memiliki layout yang rapi serta warna yang harmonis, sehingga enak dilihat serta memberi kesan elegan dan prestigius.

Karya Terbaik 5

Perancangan Iklan Komersial Perusahaan Jasa LTH SEMARANG by Bayu Bastian

Karya Bayu Bastian lebih mengedepankan pesan simbolik lewat pendekatan ikonik. Banyak ikon yang muncul dalam karya iklan ini, sebut saja ikon pesawat, ikon garis titik-titik (simbol perjalanan) serta ikon marka (simbol pesaing). Ikon tersebut ditata sedemikian rupa dalam sebuah labirin. Secara konotatif menampilkan potisioning dari perusahaan LTH yang menggunakan jalur udara dalam pengiriman barang sehingga lebih cepat dari perusahaan pengiriman barang lainnya karena memakai jalur darat (digambarkan dengan labirin). Sayangnya Iklan buatan Bayu Bastian lemah dalam hal local content, hanya dengan siluet transparan berbentuk Lawang Sewu sebagai background. Local Content ditampilkan secara absurb dan seakan-akan hanya penghias yang tidak penting.

Karya Terbaik 6

Perancangan Iklan Komersial UKM MIE PAK JENGGOT UNGARAN by TRI SUSANTO

Sedangkan karya milik Tri Susanto lebih mengedepankan teknis eksekusi yang detail dan halus. Karya ini juga menunjukkan kualitas skill drawing yang mumpuni dari seorang Tri Susanto. Sayangnya ilustrasi yang baik tidak ditunjang dengan kejelasan pesan. Pesan konotasi muncul dalam ilustrasi sosok manusia yang bergelantungan di atas mie, pesan visual tersebut didukung dengan tagline berbunyi ”mienya gak mudah putus”. Sayang pesan ini menjadi dualitas ketika ada tagline lain yang berbunyi ”kenyal dan nikmat”. Padahal sebuah iklan yang baik hendaknya memiliki Positioning atau pesan tunggal saja. Local content dimunculkan dari motif batik pada mangkok serta produknya yang notabene adalah produk UKM. Dalam menempatkan teks, Tri Susanto masih kurang mempertimbangkan aspek keterbacaan dan efektifitas, hal tersebut bisa dilihat dari body copy yang terlalu banyak sehingga tidak terbaca. Meskipun terdapat beberapa kekurangan, Karya ini memiliki kualitas eksekusi yang patut diacungi jempol dan pantas didaulat menjadi karya terbaik-6.


SALAM

Daniar Wikan Setyanto S.Sn

Rabu, 27 Januari 2010

Kesan dan pesan buat Bu Soewarni

Sebagai seorang mahasiswa desain komunikasi visual tentunya kita tidak hanya dihadapkan dengan tanggung jawab belajar dalam konteks pengetahuan belaka, namun lebih dari itu, bidang desain menuntut kita berkarya dan menghasilkan sebuah “produk” yang secara riil dapat dilihat oleh orang lain. Hal itulah yang membedakan mahasiswa desain komunikasi visual dengan mahasiswa jurusan-jurusan lain. Mahasiswa DKV diharapkan menjadi lebih dari sekedar mahasiswa, atau sering disebut mahasiswa plus plus, Kenapa? Seorang mahasiswa DKV diharapkan bukan hanya memiliki pengetahuan dan teori desain tetapi juga memiliki kapasitas dalam ranah praktis. Untuk itulah selama kuliah sering kita dapati seorang mahasiswa DKV ISI Jogjakarta memiliki sambilan sebagai seorang desainer komersial.

Fenomena tersebut sangatlah umum di Prodi DKV ISI Jogjakarta, sepanjang yang saya tahu lebih dari 80% mahasiswa DKV ISI sudah memiliki pekerjaan jauh sebelum wisuda. Tentunya fenomena tersebut dapat kita kaji dari 2 sudut pandang, yang pertama adalah sudut pandang akademis atau pembelajaran, sedangkan yang kedua adalah sudut pandang ekonomi. Jika kita melihat dari sudut pandang akademis, fenomena tersebut muncul dari rasa keingintahuan mahasiswa dalam hal dunia desain yang sebenarnya. Sedangkan dari aspek ekonomi, fenomena tersebut muncul karena tuntutan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pada kenyataanya kedua aspek ini menumpuk menjadi satu dan dijadikan alasan klise mahasiswa untuk ”nyambi” kerja. Saya pribadi merupakan salah satu dari sekian banyak mahasiswa DKV ISI Jogja yang nyambi kerja karena 2 alasan tersebut. meskipun harus saya akui bahwa alasan ekonomilah yang lebih dominan. Sebagai seorang mahasiswa yang bekerja tentunya akan menimbulkan terganggunya proses perkuliahan. Saya masih ingat ketika keadaan ekonomi keluarga memaksa saya cuti kuliah hingga 2 semester untuk bekerja penuh waktu.

Saya mengenal sosok Ibu Soewarni pada awalnya dari MK Bahasa Inggris yang beliau ampu, namun karena MK tersebut bukanlah pelajaran yang saya minati maka MK tersebut terlawati tanpa ada kesan yang terlalu berarti. Kesan terhadap beliau baru terasa saat beliau menjadi dosen wali, hal tersebut membuat saya menjadi lebih sering bertemu dengan beliau dibanding mahasiswa yang lain, seperti saat daftar ulang, mengurus dan tentu saja mengurus surat ijin cuti kuliah. Saya ingat betul petuah dari Ibu Soewarni ketika saya meminta beliau untuk mendatangani surat cuti saya. Beliau berkata kepada saya ”Sekolah yang tidak selesai ibarat membawa karung besar, kemanapun kamu pergi beban itu akan mengikuti. beban itu baru akan hilang kalau kamu menyelesaikannya”. Ketika itu beliau sedang menasehati agar saya tidak terlena dengan dunia kerja sehingga akhirnya berhenti kuliah.

Selama cuti dan bekerja tersebut, saya sering memikirkan petuah yang beliau berikan kepada saya, lambat laun saya mulai mengerti maksudnya. Pekerjaan memang seringkali membawa paradigma yang berbeda dengan akademis, sehingga tidak jarang materi perkuliahan tidak lagi kontekstual dalam memenuhi kebutuhan kerja. Seorang Ibu Soewarni tahu persis mengenai hal itu, melaui petuah tersebut, beliau berpesan kepada saya bahwa sekolah bukanlah semata-mata mencari ilmu untuk bekal kerja, namun sebagai bakti terhadap diri sendiri dan kepada orang tua, sekolah jugalah yang memberi kita relasi terhadap lingkungan kita, memberi kepercayaan diri serta pengakuaan akan kapasitas diri. Apabila (mungkin) saya sukses secara materi namun gagal dalam akademis, kegagalan tersebut akan menjadi sebuah ”beban” yang tidak bisa hilang dalam pikiran.

Petuah tersebut sampai saat ini masih saya ingat dan pegang teguh, karena petuah dari Ibu Soewarni, saya diberi kekuatan untuk dapat kembali ke bangku kuliah dan menyelesaikanya meskipun harus dengan terseok-seok. Saat ini di institusi yang berbeda, saya meneruskan cita-cita beliau, menjadi seorang pengajar yang bukan hanya mengajar, namun juga menginspirasi serta membimbing mahasiswa agar tidak kehilangan semangat akademisnya. Trimakasih Ibu Soewarni, dedikasimu dalam dunia akademis telah menginspirasi banyak mahasiswa, terutama DKV ISI Jogjakarta


Salam
Daniar Wikan S
Dosen DKV Fasilkom UDINUS Semarang

Rabu, 13 Januari 2010

MANYUN & PELANG ”sebuah obrolan di galeri foto”

Suatu ketika di sebuah galeri di kota Semarang diadakan pameran foto yang memajang karya-karya foto luar biasa dari para fotografer luar negeri. Sebagai mahasiswa DKV yang hoby fotografi, Manyun dan Pelang tentu saja tidak akan melewatkan kesempatan emas tersebut. Dengan sangat antusias mereka berdua menonton karya-karya yang dipajang dan saling mengomentari.

Karya pertama yang mereka lihat adalah sebuah karya foto landscape yang sangat indah, hamparan alam air terjun Niagara plus pelangi yang eksotis.

MANYUN : ”Woooow..luar biasa, lihatlah foto tersebut..... detail awan dan pelangi terekam dengan sangat baik. Aku juga suka angglenya yg lebar sehingga bisa merekam keseluruhan obyek air terjun dengan indah...andai saja aku bisa memotret seperti ini !!!!” (sambil melihat karya tersebut Manyun berpikir mengenai teknik yang dipakai oleh fotografer tersebut, baik bukaan, kecepatan dan white balance-nya)

PELANG : ”ih..apanya yang luar biasa..semua orang juga bisa motret macam itu, obyeknya aja dah bagus...sambil merem aja pasti dapat anggle bagus. Coba kalau di Semarang, paling-paling motret Lawang Sewu dan Tugu Muda...cape deh”

Kemudian mereka berjalan lagi dan melihat karya kedua. Sebuah foto model yang sangat bagus. Dalam foto tersebut nampak seorang artis cantik berpakaian sexy yang sering dilihat di film-film Holywood. Ditangannya memegang sekuntum bunga membuat orang yang melihat foto tersebut terhanyut.

MANYUN : ”Hebaaaatt, lihat karya ini...fotografernya sangat jeli dalam menata pose model. Teknik lightingnya sangat bagus sehingga mendapatkan kontras fill in yang memukau. Ini sudah pasti fotografer profesional yang fokus ke bidang foto model” (sembari memandang kagum, Manyun mengkira-kira jumlah dan tata letak lampu yang dipakai)

PELANG : ”kalau modelnya bule cantik, apalagi bintang film profesional seperti itu, yang motret anak SD juga pasti jadi bagus...tidak perlu teknik lighting yang bagus, kalau modelnya sudah cantik.... ya fotonya pasti bagus..kalau sekedar foto seperti itu, aku bisa bikin yg lebih baik, asal disediain modelnya aja..he3x”

Kemudian mereka berjalan kembali dan dilihatnya karya ketiga. Sebuah foto tentang satwa liar yang ganas dan liar. Dalam foto tersebut terdapat gambar close up seekor harimau putih yang sedang mengaum.

MANYUN : ”wah ...ini foto menggetarkan sekali, lihat tuh Lang..sang fotografer pasti dengan sangat sabar menunggu moment tersebut. dan fotografernya pasti seorang petualang sejati yang terbiasa dengan alam liar sehingga dia mampu mendapatkan foto harimau putih yang langka....hmm benar-benar luar biasa”

PELANG : ”kalau ini jelas fotografer tajir yang punya banyak duit buat jalan-jalan kesana kemari. Apalagi untuk memotret seperti itu perlu lensa tele berkecepatan tinggi yang harganya selangit...coba aja kalau aku...duit dari mana Nyun?....kamera dan lensa seadanya, paling-paling motret kucing dirumah..ih..nggak deh”

Setelah itu mereka terus melanjutkan melihat karya-karya berikutnya, dan setiap setiap karya mereka komentari dengan sudat pandang yang berbeda, Si Manyun mengagumi dan menganalisa teknik karya sedangkan si Pelang selalu mengeluhkan kondisi peralatan dan kesempatan berkarya-nya...................................

Beberapa tahunpun berlalu, Pelang menjadi seorang fotografer profesional yang sudah keliling dunia, karena Pelang selalu melatih dirinya berkarya dengan kondisi apapun tanpa bergantung pada alat. Pelang memiliki studio besar di ibukota yang lengkap dengan perlengkapan canggih, langganannya para artis ibu kota harus membayar jutaan rupiah hanya untuk dipotret si Pelang. Padahal dulu Pelang hanya memotret teman-teman sekelasnya secara gratisan.

Sedangkan Manyun, setelah lulus hanya puas sebagai tukang foto keliling berkelas pas foto. Alatnya tidak pernah di upgrade sejak jaman kuliah, karyanya tidak pernah berkembang dan semakin jauh ditinggalkan Manyun, karena Pelang tidak pernah berlatih dan berkarya, selalu mengeluhkan alat dan kondisi yang dia punya.

KESIMPULAN :

Sebagai seorang fotografer terkadang kita memiliki karakter seperti Pelang, yang menganggap karya bagus semata-mata hasil dari faktor ekternal seperti (lokasi, model, alat dan kesempatan) tanpa melihat ada faktor lain yang sebenarnya jauh lebih penting yaitu faktor kemampuan /skill personal.

Sebagai amatir di dunia fotografi, seringkali kita tidak mau memulai dari hal-hal yang ada disekeliling kita, misalnya memotret halaman rumah, pemandangan sekeliling kota, memotret teman-teman sekelas. Sementara setiap mendapat karya yang kurang bagus, kita justru menyalahkan alat-alat yang kita pakai seperti lensa kurang bagus atau kamera kurang canggih. Memang ada benarnya kalau faktor eksternal merupakan faktor yang penting dalam terciptanya sebuah karya bagus, namun untuk mendapatkan semua itu tidak dapat secara instant, harusdengan dedikasi dan jam terbang yang lama. Sehingga sedikit demi sedikit kita terlatih dalam segala kondisi. Harus diingat bahwa ”senjata” yang tepat hanya berfungsi dengan baik apabila ada ditangan yang tepat. Artinya bukan semata-mata alat (kamera, lensa, lighting) yang mahal yang menjadi penentu terciptanya karya bagus, tetapi faktor kemampuan dari fotografer dalam mengolah konsep dan teknik fotografi.