Rabu, 26 Juli 2017

Video Tutorial Food Photography part 1 dan 2





ingin tahu bagaimana cara membuat foto makanana seperti diatas cek link tutorialnya dibawah ini
Food Photograpy Part 1
Food Photography part 2

Rangkuman Sejarah Fotografi Dunia Dari Tahun Ke Tahun

Awal abad 17, Ilmuwan Italia, Angelo Sala menemukan bahwa bila serbuk perak nitrat dikenai cahaya, warnanya akan berubah menjadi hitam. Bahkan saat itu, dengan komponen kimia tersebut, ia telah berhasil merekam Gambar‐Gambar yang tak bertahanlama. Hanya saja masalah yang dihadapinya adalah menyelesaikan proses kimia setelah Gambar‐Gambar itu terekam sehingga permanen.

Pada 1727, Johann Heinrich Schuize, profesor farmasi dari Universitas di Jerman, juga menemukan hal yang sama pada percobaan yang tak berhubungan dengan fotografi. Ia memastikan bahwa komponen perak nitrat menjadi hitam karena cahaya dan bukan oleh panas.

Sekitar tahun 1800, Thomas Wedgwood, seorang Inggris, bereksperimen untuk merekam Gambar positif dari citra yang telah melalui lensa pada kamera obscura yang sekarang ini disebut kamera, tapi hasilnya sangat mengecewakan. Akhirnya ia berkonsentrasi sebagaimana juga Schuize, membuat Gambar‐Gambar negatif, pada kulit atau kertas putih yang telah disaputi komponen perak dan menggunakan cahaya matahari sebagai penyinaran.

Tahun 1824, setelah melalui berbagai proses penyempurnaan oleh berbagai orang dengan berbagai jenis pekerjaan dari berbagai negara. Akhirnya Joseph Nieephore Niepee, seorang lithograf berhasil membuat Gambar permanen pertama yang dapat disebut "FOTO" dengan tidak menggunakan kamera, melalui proses yang disebutnya Heliogravure atau proses kerjanya mirip lithograf dengan menggunakan sejenis aspal yang disebutnya Bitumen of judea, sebagai bahan kimia dasarnya. Kemudian dicobanya menggunakan kamera, namun ada sumber yang menyebutkan Niepee sebagai orang pertama yang menggunakan lensa pada camera obscura. Pada masa itu lazimnya camera obscura hanya berlubang kecil, juga bahan kimia lainnya, tapi hasilnya tidak memuaskan.

Agustus 1827, Setelah saling menyurati beberapa waktu sebelumnya, Niepee berjumpa dengan Louis Daguerre, pria Perancis dengan beragam ketrampilan tapi dikenal sebagai pelukis. Mereka merencanakan kerjasama untuk menghasilkan foto melalui penggunaan kamera.

Tahun 1829, Niepee secara resmi bekerja sama dengan Daguerre, tapi Niepee meninggal dunia pada

tahun 1833. Dan tanggal 7 Januari 1839, dengan bantuan seorang ilmuwan untuk memaparkan secara ilmiah, Daguerre mengumumkan hasil penelitian. Penelitiannya selama ini kepada Akademi Ilmu Pengetahuan Perancis. Hasil kerjanya yang berupa foto‐foto yang permanen itu disebut DAGUERRETYPE, yang tak dapat diperbanyak atau reprint atau repro. Saat itu Daguerre telah memiliki foto studio komersil dan Daguerretype tertua yang masih ada hingga kini diciptakannya tahun 1837.

Tanggal 25 Januari 1839, William Henry Fox Talbot, seorang ilmuwan Inggris, memaparkan hasil penemuannya berupa proses fotografi modern kepada Institut Kerajaan Inggris. Berbeda dengan Daguerre, ia menemukan sistem negatif‐positif (bahan dasar : perak nitrat, diatas kertas). Walau telah menggunakan kamera, sistem itu masih sederhanaseperti apa yang sekarang kita istilahkan : Contactprint (print yang dibuat tanpa pembesaran atau pengecilan).

Juni 1840, Talbot memperkenalkan Calotype, perbaikan dari sistem sebelumnya, juga menghasilkan negatif diatas kertas. Dan pada Oktober 1847. Abel Niepee de St Victor, keponakan Niepee, memperkenalkan pengunaan kaca sebagai base negatif menggantikan kertas.

Pada Januari 1850. Seorang ahli kimia Inggris, Robert Bingham, memperkenalkan penggunaan Collodion sebagai emulsi foto, yang saat itu cukup populer dengan sebutan WET‐PLATE Fotografi. Setelah berbagai perkembangan dan penyempurnaan, penggunaan roll film mulai dikenal.

Juni 1888, George Eastman, seorang Amerika, menciptakan revolusi fotografi dunia hasil penelitiannya sejak 1877. Ia menjual produk baru dengan merek KODAK berupa sebuah kamera box kecil dan ringan, yang telah berisi roll film (dengan bahan kimia Perak Bromida) untuk 100 exposure. Bila seluruh film digunakan, kamera ini yang diisi film dikirim ke perusahaan Eastman untuk diproses. Setelah itu kamera dikirimkan kembali dan telah berisi roll film yang baru. Berbeda dengan kamera masa itu yang besar dan kurang praktis, produk baru tersebut memungkinkan siapa saja dapat memotret dengan leluasa. Hingga kini perkembangan fotografi terus mengalami perkembangan dan berevolusi menjadi film‐film digital yang mutakhir tanpa menggunakan roll film. Selanjutnya, secara bertahap fotografi berkembang ke arah penyempurnaan teknik dan kualitas Gambarnya sampai pada akhir abad ke‐19, fotografi telah mencapai kualitas hasil yang mendekati seperti yang dikenal sekarang. Namun, sebenarnya perkembangan foto seni di Indonesia sendiri telah berkembang di akhir abad ke‐18, ada orang Indonesia yang telah membuat foto‐foto indah menawan di dalam studio maupun di alam bebas, foto‐foto itu jelas sekali bernapaskan seni seperti yang dikenal sekarang.

Selasa, 25 Juli 2017

Mengenal Eksposure (materi MK Fotografi I)


Tabel eksposure 
kaitan antara speed, ISO dan (f) diafragma

Hal paling penting yang harus diperhatikan dalam melakukan pemotretan adalah unsur pencahayaan. Pencahayaan adalah proses dicahayainya film yang ada dikamera. Dalam hal ini, cahaya yang diterima objek harus cukup sehingga dapat terekam dalam film. Proses pencahayaan (exposure) menyangkut perpaduan beberapa hal, yaitu besarnya bukaan diafragma, kecepatan rana dan kepekaan film (ISO). Ketiga hal tersebut menentukan keberhasilan fotografer dalam mendapatkan film yang tercahayai normal, yaitu cahaya yang masuk ke film sesuai dengan yang dibutuhkan objek, tidak kelebihan cahaya (over exposed) atau kekurangan cahaya (under exposed).


  • Bukaan Diafragma (apperture)
Diafragma berfungsi sebagai jendela pada lensa yang mengendalikan sedikit atau banyaknya cahaya melewati lensa. Ukuran besar bukaan diafragma dilambangkan dengan f/angka. Angka-angka ini tertera pada lensa : 1,4 ; 2 ; 2,8 ; 4 ; 5,6 ; 8 ; 11 ; 16 ; 22 ; dst. Penulisan diafragma ialah f/1,4 atau f/22. Angka-angka tersebut menunjukkan besar kecilnya bukaan diafragma pada lensa. Bukaan diafragma digunakan untuk menentukan intensitas cahaya yang masuk. Hubungan antara angka dengan bukaan diafragma ialah berbanding terbalik. “Semakin besar f/angka, semakin kecil bukaan diafragma, sehingga cahaya yang masuk semakin sedikit. Sebaliknya, semakin kecil f/angka semakin lebar bukaan diafragmanya sehingga cahaya yang masuk semakin banyak.”

  • Kecepatan Rana (shutter speed)
Kecepatan rana ialah cepat atau lambatnya rana bekerja membuka lalu menutup kembali. Shutter speed mengendalikan lama cahaya mengenai film. Cara kerja rana seperti jendela. Rana berada di depan bidang film dan selalu tertutup jika shutter release tidak ditekan, untuk melindungi bidang film dari cahaya. Saat shutter release ditekan, maka rana aka membuka dan menutup kembali sehingga cahaya dapat masuk dan menyinari film. Ukuran kecepatan rana dihitung dalam satuan per detik, yaitu: 1 ; 2 ; 4 ; 8 ; 15 ; 30 ; 60 ; 125 ; 250 ; 500 ; 1000 ; 2000 ; dan B. .Angka 1 berarti rana membuka dengan kecepatan 1/1 detik. Angka 2000 berarti rana membuka dengan kecepatan 1/2000 detik, dst. B (Bulb) berarti kecepatan tanpa batas waktu (rana membuka selama shutter release ditekan). Hubungan antara angka dengan kecepatan rana membuka menutup ialah berbanding lurus. “Semakin besar angkanya berarti semakin cepat rana membuka dan menutup, maka semakin sedikit cahaya yang masuk. Semakin kecil angkanya, berarti semakin lambat rana membuka dan menutup, maka semakin banyak cahaya yang masuk”

  • Kepekaan Film (ISO)
Makin kecil satuan film (semakin rendah ISO), maka film kurang peka cahaya sehingga makin banyak cahaya yang dibutuhkan untuk menyinari film tersebut, sebaliknya semakin tinggi ISO maka film semakin peka cahaya sehingga makin sedikit cahaya yang dibutuhkan untuk menyinari film tersebut. Misal, ASA 100 lebih banyak membutuhkan cahaya daripada ASA 400. 





pengaturan exposure mode pada kamera

Pada era digital, kamera DSLR sudah dilengkapi oleh beberapa pengaturan yang memudahkan fotografer dalam memotret, pengaturan tersebut digolongkan menjadi 5 besar yaitu :


  1. Aperture Priority, dimana dalam memotret kita menghendaki efek dari bukaan tertentu sebagai faktor yg ditetapkan yang lain variable.
  2. Speed Priority dimana dalam memotret kita menghendaki speed tertentu dalam mengabadikan moment, yang lainnya variable.
  3. Program, kita hanya perlu mengatur ISO atau sensitifitas cahaya saja, sedangkan untuk aperture dan speed sudah tersetting secara otomatis
  4. Automatic, baik ISO, Aperture maupun Speed sudah tersetting secara otomatis sesuai dengan keadaan cahaya yang ada. Merupakan setting termudah karena fotografer hanya tinggal jepret saja
  5. Manual, kebalikan dari Automatic; ISO, Aperture dan Speed disetting secara manual

Memoto sebuah pemandangan yang semuanya akan ditonjolkan membutuhkan dept of field (DOF) yang besar, sehingga orang dapat men-setting bukaan sekecil mungkin. Begitu pula halnya dengan memotret model, di mana dikehendaki pengisolasian obyek dari lingkungan membutuhkan dept of field (DOF) yang sekecil mungkin.  

Kecepatan yang merupakan sebuah variable di setting mengikuti takaran sesuai ISO yang dipilih. Kalau perlu pakai tripod atau monopod. Memotret pemandangan tanpa tripod orang akan mempertahankan kecepatan terendah yang dia bisa pertahankan, dengan pengaturan speed priority maka aperture akan mengikuti.

Memotret sport dengan kecepatan tinggi orang akan menetapkan speed yang tinggi dan aperture mengikuti. Demikian pula memotret low exposure dan panning, orang akan menetapkan speed yang akan diikuti aperture sesuai ISO yang dipakai.

Komponen Variabel yang mensuport pilihan di atas juga harus dipilih untuk lebih memperkuat pilihan efek yang hendak dibuat. Memotret pemandangan orang cenderung memakai wide angle lens yang memiliki dept of field yang dalam dan distorsi cembung.

Dalam memilih ISO juga cenderung memakai film ISO rendah yang memiliki butiran yang halus yang akan menunjang dept of field (DOF) yang dalam tersebut. Memotret model orang cenderung memakai tele yang memiliki depth of field yang tipis dan distorsi cekung yang akan membuat muka orang menjadi langsingan.

LENSA DENGAN BUKAAN BESAR


Contoh lensa dengan bukaan lebar 
Canon EF 200mm f2 L IS

Kalau perlu memakai fast lens yang memiliki bukaan 2,8 bahkan 1.8. Komponen penunjang lainnya seperti tripod di mana kecepatan yang dipilih lebih rendah dari yang mampu kita tahan. Netral Density Filter dimana kecepatan yang dihasilkan dari bukaan yang paling memungkinkan masih lebih cepat dari yang kita inginkan.

Begitu populernya lensa vario (zoom lens) di kalangan pemotret, sehingga rasanya tak ada yang tak memilikinya. Selain karena sering digunakan, lensa vario terasa praktis dibawa, fisiknya cukup ringkas, dan mutu gambar yang dihasilkannya pun baik. Bahkan kini banyak kamera digital yang sudah dilengkapi lensa vario bawaan (tidak bisa dilepas-tukar). Padahal, dulu, hasil pemotretan dengan lensa vario sempat diragukan kualitasnya. Saat ini mutu lensa vario bisa dikatakan tidak kalah dengan kualitas lensa tetap (fixed lens). Namun, secara teknis, ada kekurangan yang dimiliki lensa vario yaitu, kuat (bukaan) lensanya masih kecil. Sejauh ini, bukaan terbesar sebuah lensa vario adalah f/2,8 dan tidak sedikit umumnya f/3,5 sampai f/5,6. Kendati kini pada kamera digital ada juga yang memiliki bukaan lensa varionya dari f/2,0 seperti pada Canon Powershot G5 dengan lensa vario 7,2-28,8mm (f/2,0-3,0) atau yang terbaru dari Leica, Digilux 2 dengan f/2,0 - f/2,4 (7-22,5 mm).

Bandingkan dengan kuat sebuah lensa tetap. Lensa 50mm misalnya, rata-rata mempunyai bukaan terbesar f/1,4. Bahkan dulu Canon sempat membuat lensa 50mm f/0,95 untuk kamera Canon 7S. Belakangan Carl Zeiss, produsen lensa terkenal di Jerman, membuat lensa Planar 50mm berkekuatan f/0,7 untuk kamera Contax/Yashica (Fotomedia No 5/I, 1990). Ini merupakan lensa terkuat dalam bidang fotografi (film), sampai saat ini. Bagi yang belum tahu, kuat lensa (lens speed) jelas tertulis pada setiap lensa dengan kode 1:xx. Contoh, jika pada lensa 50mm tertulis 1:1.4, artinya panjang fokal lensa (F=) 50mm dan kuat lensa sekaligus juga bukaan terbesarnya f/1,4. Lensa vario 70-210mm 1:4-5,6 berarti kuat lensa pada F=70mm adalah f/4, sedangkan di posisi 210mm kuat lensa bergeser menjadi f/5,6.

Manfaat
Lensa berkekuatan besar biasanya sering digunakan para profesional dan fotojurnalis. Terutama bagi fotografer olahraga dan satwa, lensa tele dengan bukaan besar merupakan suatu keharusan. Bayangkan bila dikombinasikan dengan kamera SLR digital yang memiliki kemampuan menambah panjang fokal lensa sekitar 50 persen, terasa benar manfaatnya. Manfaat lain yang bisa diperoleh misalnya, ketika kita memotret suatu objek/subjek tampil dengan pencahayaan alami (natural) dalam kondisi cahaya lemah. Selain menghindarkan hasil pemotretan yang tidak diinginkan (tidak jelas, kabur, goyang), gerak pemotret menjadi lebih bebas karena tidak menggunakan penyangga kamera dan lampu kilat. Apalagi kalau dipadukan dengan film ber-ISO tinggi (yang mudah dilakukan pada kamera digital).

Ada manfaat signifikan yang mungkin tidak dirasakan ketika menggunakan lensa berbukaan besar yaitu, saat memfokus sasaran pemotretan menjadi lebih mudah dan cepat (dengan fokus manual). Ini sangat terasa saat menggunakannya dalam suasana minim cahaya. Cobalah sekali waktu Anda memfokus suatu objek dengan panjang fokal lensa yang sama, tetapi berbeda kuatnya, misalnya dengan lensa 35mm f/1,4 lalu diganti 35mm f/2,8.
Memang, umumnya, hasil pemotretan dengan lensa berkekuatan besar lebih baik dari lensa berkekuatan kecil, misalnya beberapa lensa dengan daya rentang 80-200mm dan bukaan f/2,8 dibandingkan dengan yang kekuatannya f/4 atau lebih kecil. Tapi ini tidak selalu. Ambil contoh, lensa Nikkor AF 50mm f/1,8 ternyata - menurut beberapa majalah foto mancanegara dan situs fotografi - hasilnya lebih baik dibandingkan lensa setipe tapi dengan kekuatan f/1,4. Oleh karena itu, yang lebih penting adalah, jangan berharap banyak bila foto yang dibuat secara teknis sangat baik tetapi tidak istimewa ide dan presentasinya.

Harus diingat pula, harga lensa-lensa berkekuatan besar relatif mahal dan semakin terus meningkat. Dan ini biasanya menjadi pertimbangan (sangat) besar bagi yang ingin memilikinya. Namun kalau kocek Anda memungkinkan, kenapa tidak mendapatkannya, bukan?

Sesungguhnya, apapun tipe lensa yang digunakan bisa menghasilkan foto yang baik, sepanjang penggunaannya tepat guna dan yang lebih menentukan adalah pemotret itu sendiri. Ingat ungkapan populer the man behind the camera? Mengenal dan mengoptimalkan kemampuan peralatan fotografi yang kita miliki jauh lebih penting daripada selalu memburu peralatan yang lebih canggih dan relatif mahal. Meski mutu lensa mempengaruhi kualitas foto yang dihasilkan, namun harus diingat, untuk lensa yang diproduksi dekade ini, perbedaan hasil pemotretan antara lensa yang canggih dan tidak hanya terlihat secara signifikan jika diuji dengan teliti di laboratorium. Secara kasat mata jelas sukar membedakannya, selama kondisi lensa terlihat jernih (tidak berjamur, tergores, dan sejenisnya).
Malah pada kamera digital, keefektifan sensor berupa CCD atau CMOS yang menangkap elemen-elemen gambar (pixel) yang lebih berperan. Semakin tinggi resolusinya, biasanya semakin baik citra foto yang dibentuk.

Hal lain yang sering terjadi dan cukup mengherankan ialah, ada kebiasaan di antara kita untuk tidak atau hampir tidak pernah menggunakan bukaan diafragma penuh (fully open) sewaktu memotret, kendati dalam kondisi dan situasi yang memungkinkan. Seolah-olah timbul kekhawatiran ada kesan takut gagal ketika memotret dengan bukaan terbesar lensa yang digunakan. Jadi, bila Anda mempunyai lensa berkekuatan besar, jangan ragu menggunakan bukaan terbesarnya pada saat memotret kalau kondisi memang menghendaki demikian. Terutama jika Anda menggunakan lensa tele atau tele zoom, seringkali untuk mengkompensasi berat lensa harus diimbangi dengan kecepatan (cukup) tinggi, yang biasanya diperoleh dengan menempatkan diafragma pada angka terkecil (bukaan terbesarnya). Sebagai contoh, kalau Anda menggunakan lensa vario 80-200m f/2,8 maka atur diafragma pada f/2,8.

Harus disadari, untuk apa Anda membeli lensa Canon 24mm f/1,4 atau Nikkor 300mm f/2,8 misalnya, kalau Anda tidak pernah menggunakan bukaan terbesarnya? Kenapa tidak membeli lensa 24mm f/2,8 atau 300m f/4 yang harganya mungkin tidak sampai sepertiganya? Padahal salah satu faktor yang menentukan tinggi-rendahnya harga sebuah lensa adalah dari bukaan terbesarnya atau kekuatan lensa itu